Tafsir Surah ‘Ali Imran Ayat 145–151: Takdir, Keikhlasan, dan Pertolongan Allah bagi Orang Beriman

 

Tafsir Surah ‘Ali Imran Ayat 145–151: Takdir, Keikhlasan, dan Pertolongan Allah bagi Orang Beriman

Diringkas dari Kajian Ustadz Asri Abu Yahya Al - Buthony حفظه الله

Pertemuan ke-83 – Kitab Tafsir Al Muyassar


Pendahuluan

Segala puji hanya bagi Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā, Dzat yang telah menakdirkan segala sesuatu dengan hikmah yang sempurna. Dialah yang mengatur hidup dan mati setiap makhluk, meneguhkan hati orang-orang yang beriman, dan menurunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia hingga hari kiamat. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, suri teladan dalam keikhlasan, kesabaran, dan keteguhan dalam menghadapi ujian.

Kajian kali ini merupakan lanjutan dari Tafsir Surah ‘Ali Imran ayat 145–151, bagian dari rangkaian ayat yang berbicara tentang perang Uhud dan berbagai pelajaran berharga di dalamnya. Ayat-ayat ini diturunkan untuk meneguhkan kaum mukminin setelah mereka mengalami kekalahan sementara dalam perang tersebut.

Kekalahan di Uhud bukanlah tanda kelemahan iman, tetapi ujian dari Allah untuk menampakkan siapa yang benar-benar ikhlas, sabar, dan bersandar kepada-Nya. Maka Allah menurunkan ayat-ayat ini sebagai pelipur lara, penguat hati, dan penegas prinsip bahwa kematian, kemenangan, dan kekalahan semuanya telah ditetapkan oleh Allah.

Tujuan dari pembahasan kali ini adalah agar kita semakin yakin bahwa hidup dan mati berada di tangan Allah, tidak ada yang terjadi tanpa izin-Nya; agar kita menata niat dalam beramal hanya untuk akhirat; serta belajar dari keteguhan para nabi dan orang-orang saleh yang tetap sabar di jalan Allah meski diuji dengan penderitaan.

Penjelasan Makna Ayat


1. Takdir Kematian dan Niat dalam Amal

وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوتَ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ كِتَابًا مُّؤَجَّلًا ۗ وَمَن يُرِدْ ثَوَابَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَن يُرِدْ ثَوَابَ الْآخِرَةِ نُؤْتِهِ مِنْهَا ۗ وَسَنَجْزِي الشَّاكِرِينَ

“Dan tidak ada seorang pun yang dapat mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan. Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan sebagian darinya; dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, niscaya Kami berikan sebagian darinya; dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (Ali Imran: 145)

Ayat ini turun untuk menegur sebagian sahabat yang sempat bersedih dan kecewa karena gugurnya para syuhada di Uhud. Allah mengingatkan bahwa kematian bukan disebabkan oleh perang atau pedang, tetapi terjadi hanya dengan izin Allah pada waktu yang telah ditentukan.

Setiap jiwa telah memiliki catatan ajal yang tidak dapat dimajukan atau ditunda sedetik pun. Maka, siapa pun yang gugur di medan jihad, sejatinya telah wafat pada waktu yang telah Allah tetapkan. Tidak ada hubungan antara tempat dan sebab, karena semuanya berjalan sesuai kehendak Allah. 

Artinya bahwa setiap jiwa tidak akan mati kecuali dengan izin Allah, pada waktu dan sebab yang telah ditentukan-Nya. Takdir ini mencakup ajal, rezeki, dan seluruh ketentuan hidup manusia. Sebagaimana disebutkan dalam hadits, “Sesungguhnya jiwa tidak akan mati sampai sempurna rezekinya dan ajalnya.” Maka seorang mukmin tidak perlu takut kekurangan atau mati sebelum waktunya, sebab segalanya berada di bawah kehendak Allah.

Ayat ini juga mengandung pelajaran tentang niat dalam amal. Allah menegaskan, siapa yang beramal hanya mengharapkan dunia — pujian, harta, atau kedudukan — maka ia hanya akan memperoleh sebagian kecil dari dunia itu. Namun siapa yang beramal dengan niat akhirat, Allah akan memberinya pahala dunia sekaligus ganjaran akhirat.

Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat ini mendorong manusia untuk murnikan niat, karena Allah menilai bukan dari besar kecilnya amal, tetapi dari keikhlasan hati.

“Sesungguhnya amal itu tergantung pada niat, dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Maknanya: keikhlasan menentukan nilai amal, dan niat menentukan arah hidup seorang mukmin

Syakh Muhammad bin Abdul Wahhab Rahimahullah dalam Bab: Barang siapa beramal untuk dunia, beliau menjelaskan termasuk kesyirikan yang bisa memberikan bahaya besar bagi seorang muslim adalah seseorang yang beramal untuk mendapatkan dunia. Baik itu ketika dia mengajar, berdakwah, atau beribadah demi harta, jabatan, atau pujian.

Perkara ini sangat halus dan berat dihindari. Sufyan ats-Tsauri rahimahullah berkata,

“Tidak ada sesuatu yang lebih sulit aku perbaiki dibanding niatku, karena niat sering berubah-ubah.”

Oleh sebab itu, penting bagi seorang mukmin untuk senantiasa memperbarui niat dan menimbang tujuan amalnya: apakah benar-benar karena Allah, ataukah karena keinginan dunia yang tersembunyi.

2. Teladan Kesabaran Para Nabi dan Pengikutnya

وَكَأَيِّن مِّن نَّبِيٍّ قَاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ ۚ فَمَا وَهَنُوا لِمَا أَصَابَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَا ضَعُفُوا وَمَا اسْتَكَانُوا ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ

“Dan betapa banyak nabi yang berperang, bersama mereka orang-orang beriman yang banyak. Mereka tidak menjadi lemah karena musibah yang menimpa di jalan Allah, tidak lesu, dan tidak menyerah. Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar.”(Ali Imran: 146)

Setelah menegaskan takdir kematian, Allah memberi teladan para nabi dan pengikut mereka. Banyak nabi terdahulu yang berperang di jalan Allah bersama pengikutnya yang setia. Mereka menghadapi ujian berat — luka, kehilangan, bahkan kematian — namun tetap tidak goyah dan tidak menyerah.

Ayat ini menunjukkan bahwa kesabaran adalah kunci kemenangan. Para nabi dan pengikut mereka tetap teguh dalam menghadapi ujian, luka, dan penderitaan di jalan Allah. Mereka tidak lemah atau menyerah, karena keyakinan mereka bahwa pertolongan Allah pasti datang.

Kesabaran yang dimaksud bukan sekadar menahan diri dari keluh kesah, tapi juga tetap istiqamah di jalan ketaatan meski menghadapi ujian yang berat.

Kata “رِبِّيُّونَ” dalam ayat ini bermakna orang-orang yang memiliki hubungan kuat dengan Rabb mereka, yakni para ulama, pejuang, dan orang beriman yang menegakkan agama dengan kesungguhan dan keikhlasan.

Sikap mereka adalah:

  • Tidak lemah dalam menghadapi musibah;

  • Tidak lesu dalam beramal;

  • Tidak tunduk pada tekanan musuh.

Inilah karakter orang-orang yang dicintai Allah — mereka bersabar, bukan hanya ketika tertimpa musibah, tapi juga dalam taat dan menjauhi maksiat.

Sebagaimana firman Allah dalam surah lain:

إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.”
(Al-Baqarah: 153)

3. Doa Para Pejuang di Jalan Allah

وَمَا كَانَ قَوْلَهُمْ إِلَّا أَن قَالُوا رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

“Dan tidak ada ucapan mereka selain doa: ‘Ya Rabb kami, ampunilah dosa kami, dan kesalahan kami dalam urusan kami, teguhkanlah kaki kami, dan tolonglah kami atas kaum yang kafir.’” (Ali Imran: 147)

Doa ini menggambarkan kerendahan hati dan kesadaran iman yang tinggi. Para pejuang tidak sombong dengan amal mereka, tidak mengandalkan kekuatan diri, tetapi mereka terlebih dahulu memohon ampunan, kemudian memohon keteguhan, baru meminta pertolongan.

Inilah urutan doa yang sangat indah:

  1. Ampunilah dosa kami — karena dosa dapat menghalangi turunnya pertolongan Allah.

  2. Teguhkanlah kaki kami — agar tetap istiqamah di jalan kebenaran.

  3. Tolonglah kami atas kaum yang kafir — sebagai penutup yang menunjukkan ketergantungan penuh kepada Allah.

Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan bahwa dalam doa ini terkandung makna:

“Barang siapa ingin mendapat pertolongan Allah, hendaklah ia memperbaiki hatinya dengan istighfar dan memperkokoh langkahnya dengan kesabaran.” 

4. Ganjaran Dunia dan Akhirat bagi Orang yang Ikhlas

فَآتَاهُمُ اللَّهُ ثَوَابَ الدُّنْيَا وَحُسْنَ ثَوَابِ الْآخِرَةِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

“Maka Allah memberikan kepada mereka pahala dunia dan pahala akhirat yang baik, dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat ihsan.” (Ali Imran: 148)

Allah memberi dua ganjaran bagi mereka yang berjuang dengan sabar dan ikhlas: pertolongan dan kemuliaan di dunia, serta pahala terbaik di akhirat. Maksudnya adalah Allah menjanjikan dua ganjaran bagi mereka yang berjuang dengan ikhlas dan sabar:
  1. Pahala dunia berupa kemenangan, kehormatan, dan ketenangan hati.

  2. Pahala akhirat berupa surga dan keridhaan Allah.

Inilah balasan bagi orang-orang yang mencapai derajat ihsan — yaitu beribadah kepada Allah seakan-akan melihat-Nya, atau yakin bahwa Allah melihat dirinya. Mereka yang berbuat ihsan tidak hanya taat ketika dilihat manusia, tapi tetap beramal dengan penuh keikhlasan dalam kesendirian. Mereka menjadikan Allah sebagai tujuan, bukan dunia.

5. Larangan Mengikuti Orang Kafir

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن تُطِيعُوا الَّذِينَ كَفَرُوا يُرُدُّوكُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ فَتَنقَلِبُوا خَاسِرِينَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menaati orang-orang kafir, niscaya mereka akan mengembalikan kamu ke belakang, lalu kamu menjadi orang-orang yang rugi.”
(Ali Imran: 149)

Dalam ayat ini Allah memperingatkan kaum mukminin agar tidak terpengaruh oleh bisikan musuh, terutama setelah kekalahan di Uhud. Orang-orang munafik kala itu menyebar propaganda bahwa kekalahan kaum muslimin menunjukkan bahwa Allah tidak menolong mereka. 

Allah menegur dengan tegas: jangan taati mereka, karena jika engkau mengikuti jalan mereka, engkau akan tergelincir dari iman dan menjadi orang yang rugi. Ketaatan kepada orang kafir dalam hal prinsip, nilai, dan cara hidup adalah bentuk penyimpangan dari ajaran Islam. Seorang mukmin sejati menjadikan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai pedoman utama, bukan pandangan manusia yang tidak beriman.

6. Allah Sebaik-baik Pelindung dan Penolong

بَلِ اللَّهُ مَوْلَاكُمْ وَهُوَ خَيْرُ النَّاصِرِينَ

“Tetapi Allah-lah pelindungmu, dan Dia sebaik-baik penolong.”(Ali Imran: 150)

Setelah melarang mengikuti orang kafir, Allah meneguhkan hati kaum mukminin dengan kalimat penuh kekuatan:

“Tetapi Allah-lah pelindungmu.”

Maknanya, jangan takut kehilangan dukungan manusia, sebab pertolongan sejati berasal dari Allah. Dialah pelindung yang tidak pernah meninggalkan hamba-Nya yang bertauhid dan bersabar.

Ibnul Qayyim Rahimahullah, mengatakan:

“Barang siapa menjadikan Allah sebagai pelindungnya, maka tidak ada yang dapat menakutinya. Namun siapa yang menjadikan makhluk sebagai sandaran, maka ia akan hidup dalam ketakutan yang tak berkesudahan.”

Allah menegaskan bahwa pertolongan sejati hanya dari-Nya. Seorang mukmin tidak boleh bergantung pada kekuatan manusia atau dunia, melainkan kepada Rabb semesta alam.

 7. Rasa Takut bagi Orang Kafir

سَنُلْقِي فِي قُلُوبِ الَّذِينَ كَفَرُوا الرُّعْبَ بِمَا أَشْرَكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا ۚ وَمَأْوَاهُمُ النَّارُ وَبِئْسَ مَثْوَى الظَّالِمِينَ

“Kami akan tanamkan rasa takut dalam hati orang-orang kafir, karena mereka mempersekutukan Allah tanpa dalil. Tempat kembali mereka adalah neraka, dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.” (Ali Imran: 151)

Ayat ini menegaskan sunatullah dalam kemenangan dan kekalahan. Orang kafir meskipun memiliki kekuatan besar, Allah menanamkan rasa gentar dan kegelisahan di hati mereka karena kesyirikan yang mereka lakukan.

Sebaliknya, orang yang bertauhid mendapatkan ketenangan dan keyakinan. Tauhid menumbuhkan keberanian, sedangkan syirik menumbuhkan ketakutan.

“Aku diberi kemenangan oleh Allah dengan rasa takut (yang ditanamkan di hati musuh) sejauh perjalanan satu bulan.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Allah menanamkan rasa gentar dan ketakutan di hati orang kafir karena kesyirikan mereka. Tauhid menumbuhkan ketenangan, sedangkan syirik menumbuhkan kegelisahan. Maka, kemenangan sejati bukan terletak pada kekuatan fisik, melainkan pada keteguhan iman dan keikhlasan tauhid.

Faedah dan Pelajaran

• Kematian terjadi hanya dengan izin Allah; tidak dapat dimajukan atau ditunda.
• Niat adalah penentu nilai amal — dunia untuk dunia, akhirat untuk akhirat.
• Keikhlasan menumbuhkan keteguhan; riya’ melemahkan semangat.
• Kesabaran adalah kunci kemenangan dan sebab cinta Allah.
• Doa adalah senjata orang beriman; dimulai dengan istighfar, lalu keteguhan, baru pertolongan.
• Allah memberi pahala dunia dan akhirat bagi yang berbuat ihsan.
• Jangan mengikuti jalan orang kafir atau mengagumi nilai mereka dalam urusan agama.
• Allah-lah pelindung dan penolong sejati bagi kaum beriman.
• Syirik menumbuhkan rasa takut dan kehinaan; tauhid menumbuhkan ketenangan dan keberanian.

Penutup Kajian

Ayat-ayat ini menuntun kita untuk melihat kehidupan dari sudut pandang iman: bahwa segala yang terjadi adalah bagian dari ketetapan Allah. Tidak ada kemenangan tanpa ujian, tidak ada kekuatan tanpa kesabaran, dan tidak ada amal yang bernilai tanpa keikhlasan. Kaum mukminin di Perang Uhud sempat terguncang, tetapi Allah mengangkat mereka dengan firman-Nya. Begitu pula kita hari ini, setiap ujian adalah jalan untuk menguatkan iman dan membersihkan hati dari ketergantungan kepada makhluk.

Dari rangkaian ayat ini, kita juga memahami bahwa hidup seorang mukmin adalah perjalanan antara takdir, kesabaran, dan keikhlasan. Segala amal dan perjuangan tidak akan berarti bila diniatkan untuk dunia. Kematian, rezeki, kemenangan, dan kekalahan semuanya berada di bawah kehendak Allah. Maka, hendaknya setiap muslim menata niat, memperbanyak doa, dan bersabar di jalan ketaatan.

Maka, marilah kita memperbaiki niat, meneguhkan sabar, memperbanyak doa, dan mempercayai pertolongan Allah. Sebab, kemenangan sejati bukan ketika musuh kalah, tapi ketika hati kita tetap teguh dalam iman.

“Cukuplah Allah menjadi pelindung kami, dan Dialah sebaik-baik penolong.”
(Ali Imran: 173)

Semoga Allah menjadikan kita termasuk golongan yang ikhlas, sabar, dan mendapat pertolongan-Nya di dunia dan akhirat. Āmīn.

Dalil dan Rujukan Utama

  • Al-Qur’an, Surah Ali Imran ayat 145–151

  • Tafsir Al-Muyassar (penjelasan makna ayat)

  • Hadis tentang ketetapan rezeki dan ajal

  • Kitab Tauhid karya Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab

  • Atsar Sufyan ats-Tsauri tentang keikhlasan niat


Keterangan Sumber:
Disajikan dari kajian Ustadz Asri Abu Yahya Al Buthony حفظه الله
dalam pembahasan Kitab Tafsir Al Muyassar – Surah Ali ‘Imran ayat 145–151
(Pertemuan ke-83 – Bait ke-87)
di Masjid Luqmanul Hakim


Postingan Terkait

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *