Adab Membaca Al-Qur’an dan Tadabbur dalam Kitab Al-Manzhumah Al-Mimiyyah

 

Adab Membaca Al-Qur’an dan Tadabbur dalam Kitab Al-Manzhumah Al-Mimiyyah

Diringkas dari Kajian Ustadz Zubair Jamaluddin حفظه الله

Pertemuan ke-53 – Kitab Al-Manzhumah Al-Mimiyyah fi Al-Washaya wal Adab Al-‘Ilmiyyah


Pendahuluan

Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta‘ala yang telah menurunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk, rahmat, dan cahaya bagi seluruh alam. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, kepada keluarga beliau, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti sunnahnya hingga akhir zaman.

Dalam pertemuan ini, Ustadz Zubair Jamaluddin حفظه الله melanjutkan pembahasan dari bait ke-87 dalam kitab Al-Manzhumah Al-Mimiyyah fi Al-Washaya wal Adab Al-‘Ilmiyyah, karya Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa‘di رحمه الله. Kitab ini merupakan kumpulan wasiat dan adab ilmiah yang sangat berharga bagi penuntut ilmu, berisi nasihat agar seseorang menghiasi dirinya dengan akhlak yang mulia, adab terhadap ilmu, dan cara berinteraksi dengan Al-Qur’an serta guru.

Pada bait ke-87 ini, Syaikh As-Sa‘di رحمه الله menasihatkan tentang adab membaca Al-Qur’an dan pentingnya tadabbur (merenungi maknanya). Karena Al-Qur’an bukan hanya untuk dibaca dengan lisan, tetapi juga untuk direnungkan oleh hati dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.


نَظِّمْ لِقُرْآنِ الْمَجِيدِ تَدَبُّرًا
وَاقْرَأْهُ فِي التَّرْتِيلِ لِلْمُتَذَكِّرِ

“Hendaklah engkau membaca Al-Qur’anul Majid dengan penuh tadabbur,
dan bacalah ia dengan tartil bagi orang yang mau mengambil pelajaran.”


Bait yang singkat ini mengandung pesan yang sangat dalam. Syaikh As-Sa‘di رحمه الله mendorong para penuntut ilmu agar tidak hanya memperhatikan bacaan (tilawah), tetapi juga pemahaman (tadabbur).
Sebab, keduanya merupakan dua sayap yang saling melengkapi dalam mendekatkan seorang hamba kepada Allah.

Membaca Al-Qur’an dengan tartil berarti membacanya dengan perlahan, jelas, dan penuh penghayatan, sebagaimana perintah Allah Ta‘ala:

وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا
“Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan tartil (perlahan dan jelas).”
(QS. Al-Muzzammil: 4)

Tartil menunjukkan kesempurnaan adab terhadap kalam Allah. Sedangkan tadabbur menunjukkan kedalaman hubungan antara hati seorang hamba dengan firman Rabb-nya.


Pada pembahasan kali ini, Ustadz Zubair حفظه الله menjelaskan makna yang terkandung dalam bait tersebut, termasuk:

  • Adab seorang muslim terhadap Al-Qur’an,

  • Makna tartil dan tadabbur secara syar‘i,

  • Hubungan antara bacaan dengan penghayatan hati,

  • Serta faedah besar yang akan diperoleh dari membaca Al-Qur’an dengan cara yang benar.


Catatan Faidah:
Barang siapa membaca Al-Qur’an dengan tadabbur, maka ia akan mendapatkan kekuatan iman, ketenangan hati, dan petunjuk dalam amal. Namun barang siapa membacanya hanya sebatas suara dan huruf, tanpa renungan makna, maka ia belum merasakan hakikat nikmat Al-Qur’an.

Makna Bait dan Penjelasan tentang Tadabbur dan Tartil

Setelah membacakan bait ke-87 dari Al-Manzhumah Al-Mimiyyah, Ustadz Zubair Jamaluddin حفظه الله menjelaskan bahwa Syaikh As-Sa‘di رحمه الله ingin mengingatkan kita pada dua perkara penting: tadabbur (perenungan makna Al-Qur’an) dan tartil (membaca dengan benar dan perlahan).

Kedua hal ini merupakan puncak adab terhadap Al-Qur’an. Orang yang memadukan keduanya berarti telah menunaikan hak Al-Qur’an secara lahir dan batin.


Makna Tadabbur

Secara bahasa, tadabbur berarti melihat kepada akibat atau makna yang ada di balik sesuatu.
Dalam konteks Al-Qur’an, tadabbur berarti merenungkan makna-makna ayat, memahami kandungannya, dan mengaitkannya dengan kehidupan.

Allah Subhanahu wa Ta‘ala berfirman:

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَىٰ قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا
“Maka apakah mereka tidak mentadabburi Al-Qur’an? Ataukah hati mereka yang telah terkunci?”
(QS. Muhammad: 24)

Ayat ini menunjukkan bahwa tidak bertadabbur terhadap Al-Qur’an adalah tanda hati yang terkunci. Oleh karena itu, tadabbur bukan hanya anjuran, tetapi merupakan kebutuhan ruhani agar hati tetap hidup.

Ustadz Zubair حفظه الله menjelaskan bahwa ketika seorang hamba membaca Al-Qur’an dengan penuh renungan, maka Al-Qur’an seakan berbicara kepadanya: memberikan peringatan, nasihat, dan harapan.
Namun bila ia membacanya dengan tergesa tanpa tadabbur, maka ia hanya melewati ayat-ayat seperti orang berjalan di taman tapi tidak melihat keindahan bunga di dalamnya.


Makna Tartil

Kemudian Syaikh As-Sa‘di رحمه الله juga menekankan adab tartil dalam membaca Al-Qur’an. Tartil bermakna membaca dengan pelan, jelas, dan memperhatikan makhraj serta hukum tajwid. Tujuannya agar bacaan menjadi indah, makna tersampaikan, dan hati bisa meresapi.

Allah Subhanahu wa Ta‘ala berfirman:

وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا
“Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan tartil (perlahan dan jelas).”
(QS. Al-Muzzammil: 4)

Ibnu Katsir رحمه الله menjelaskan, maksud ayat ini adalah agar bacaan dilakukan dengan tenang, tidak terburu-buru, dan penuh penghayatan, supaya hati lebih mudah memahami dan lisan lebih mudah melafazkan dengan benar.

Ustadz Zubair حفظه الله menekankan bahwa membaca Al-Qur’an dengan tartil bukan hanya soal tajwid teknis, tetapi juga adab batin terhadap Kalamullah.
Orang yang membaca dengan tartil sedang menunjukkan rasa hormat dan cinta kepada firman Rabb-nya.


Keterkaitan Antara Tadabbur dan Tartil

Tadabbur dan tartil tidak dapat dipisahkan. Tartil adalah cara membaca yang benar, sedangkan tadabbur adalah cara memahami dan menghayati. Tanpa tartil, tadabbur sulit dilakukan karena bacaan tidak tertata; tanpa tadabbur, tartil menjadi kosong dari makna.

Imam Al-Qurthubi رحمه الله berkata:

“Membaca satu ayat dengan penuh tadabbur lebih baik daripada membaca seluruh Al-Qur’an tanpa tadabbur.”

Hal ini menunjukkan bahwa kualitas bacaan lebih utama daripada kuantitas jika tujuannya adalah mendekatkan diri kepada Allah.


Teladan dari Para Salaf

Para salafus shalih sangat memperhatikan tadabbur.
Diriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ suatu malam membaca satu ayat berulang kali sambil menangis:

إِن تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ ۖ وَإِن تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu; dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
(QS. Al-Ma’idah: 118)

Beliau ﷺ membaca ayat ini berulang-ulang sampai menjelang Subuh.
Itulah bukti bahwa tadabbur membekas di hati dan menumbuhkan rasa takut serta harap kepada Allah.


Faedah penting:
Orang yang membaca Al-Qur’an dengan tadabbur akan merasakan manisnya iman. Ia membaca bukan untuk menamatkan mushaf, tapi untuk menyembuhkan hatinya. Sedangkan orang yang membaca tanpa tadabbur, sering kali selesai membaca tanpa perubahan dalam jiwa.

Faedah Membaca Al-Qur’an dengan Tadabbur dan Adab Seorang Penuntut Ilmu terhadap Kalamullah

Ustadz Zubair Jamaluddin حفظه الله menjelaskan bahwa ketika seseorang membaca Al-Qur’an dengan tadabbur dan tartil, maka ia akan mendapatkan berbagai faedah besar yang mempengaruhi iman, akhlak, dan amal perbuatannya.


1. Tadabbur Menumbuhkan Keimanan

Allah Subhanahu wa Ta‘ala berfirman:

اللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابًا مُّتَشَابِهًا مَّثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ
“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik, yaitu Al-Qur’an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang; kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya menjadi gemetar karenanya, kemudian kulit dan hati mereka menjadi tenang ketika mengingat Allah.”
(QS. Az-Zumar: 23)

Ayat ini menggambarkan keadaan orang yang membaca dengan tadabbur — hatinya tersentuh, tubuhnya bergetar, lalu jiwanya tenang. Inilah tanda iman yang hidup.

Ustadz Zubair حفظه الله mengatakan,

“Kalau seseorang membaca Al-Qur’an tapi hatinya tidak bergerak, maka hendaklah ia memeriksa hatinya. Karena Al-Qur’an hanya akan menyentuh hati yang hidup.”

Tadabbur menjadikan seorang hamba merasakan langsung keagungan firman Allah, bukan sekadar membacanya secara lisan.


2. Tadabbur Menjadi Obat bagi Hati

Allah Ta‘ala berfirman:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُم مَّوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِّمَا فِي الصُّدُورِ
“Wahai manusia, sungguh telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang ada) di dalam dada.”
(QS. Yunus: 57)

Al-Qur’an adalah obat hati yang paling mujarab. Namun obat ini tidak akan memberi pengaruh kalau hanya dibaca tanpa direnungi. Seperti obat yang hanya disentuh kulit tanpa diminum — manfaatnya tidak akan terasa. Oleh karena itu, tadabbur adalah cara “meminum” obat Al-Qur’an agar menembus ke dalam hati.


3. Tadabbur Membimbing Kepada Amal

Ustadz Zubair حفظه الله menegaskan bahwa tujuan utama membaca Al-Qur’an adalah untuk diamalkan. Bukan sekadar memperbanyak khataman, tetapi memahami perintah dan larangan Allah agar dapat diikuti.

Allah Ta‘ala berfirman:

كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِّيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ
“Kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka mentadabburi ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal mendapat pelajaran.”
(QS. Shad: 29)

Setiap kali seorang hamba membaca ayat tentang surga, ia berharap untuk memasukinya. Setiap kali membaca ayat tentang neraka, ia takut terjerumus ke dalamnya. Inilah bentuk tadabbur yang sejati — membaca sambil mengoreksi diri.


4. Adab Penuntut Ilmu terhadap Al-Qur’an

Syaikh As-Sa‘di رحمه الله dalam bait ini juga mengajarkan bahwa penuntut ilmu wajib memiliki adab yang tinggi terhadap Al-Qur’an, karena ia adalah sumber segala ilmu. Ilmu syar‘i yang benar tidak akan berbuah manfaat kecuali bila dilandasi hubungan yang benar dengan Al-Qur’an.

Ustadz Zubair حفظه الله menjelaskan beberapa adab penting bagi penuntut ilmu ketika berinteraksi dengan Al-Qur’an:

  1. Membaca dengan hati yang hadir, bukan sekadar suara lisan.

  2. Menganggap Al-Qur’an sebagai nasihat langsung dari Allah kepadanya, bukan sekadar bacaan umum.

  3. Merenungi setiap ayat, mencari apa pesan Allah yang harus diperbaiki dalam dirinya.

  4. Membaca dalam keadaan suci, di tempat yang tenang, dan dengan sikap hormat.

  5. Mengamalkan apa yang dibaca, karena ilmu tanpa amal hanya menambah hujjah atas diri sendiri.

Ustadz Zubair حفظه الله menekankan:

“Orang yang menuntut ilmu tapi tidak dekat dengan Al-Qur’an, maka ilmunya akan kering. Sebab, Al-Qur’an adalah sumber kehidupan hati dan ruh ilmu itu sendiri.”


5. Tadabbur Membentuk Akhlak dan Kepribadian

Merenungi Al-Qur’an menjadikan seseorang lebih lembut hatinya dan mulia akhlaknya. Ia akan berusaha meneladani akhlak Nabi ﷺ, karena beliau adalah perwujudan hidup dari Al-Qur’an.

Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ketika beliau ditanya tentang akhlak Rasulullah ﷺ, ia menjawab:

كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ
“Akhlak beliau adalah Al-Qur’an.”
(HR. Muslim)

Maka siapa yang ingin memperbaiki akhlaknya, hendaknya ia memperbanyak tadabbur Al-Qur’an.
Karena di dalamnya terdapat penjelasan tentang sifat orang beriman, akhlak para nabi, dan jalan menuju ridha Allah.


Faedah Penutup 

Barang siapa menjadikan Al-Qur’an sebagai teman dekatnya, maka Allah akan menjadikannya penuntun di dunia dan syafaat di akhirat. Namun barang siapa menjauh darinya, maka Al-Qur’an akan menjadi saksi yang menuntut di hadapan Allah.

وَقَالَ الرَّسُولُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَٰذَا الْقُرْآنَ مَهْجُورًا
“Dan berkatalah Rasul: ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Qur’an ini sesuatu yang ditinggalkan.’”
(QS. Al-Furqan: 30)


Penutup Kajian dan Ringkasan Poin-Poin Utama

Penutup

Ustadz Zubair Jamaluddin حفظه الله menutup pembahasan bait ke-87 dalam Al-Manzhumah Al-Mimiyyah ini dengan nasihat yang lembut namun mendalam.

Beliau mengingatkan bahwa Al-Qur’an adalah sumber kemuliaan umat, dan setiap penuntut ilmu harus menjadikannya pusat dari seluruh aktivitas ilmiahnya. Tanpa bimbingan Al-Qur’an, seseorang akan kehilangan arah dalam memahami ilmu dan dalam menjalani kehidupan.

Syaikh As-Sa‘di رحمه الله menulis bait ini untuk menegaskan bahwa adab terhadap Al-Qur’an adalah bagian dari adab terhadap Allah, karena Al-Qur’an adalah firman-Nya. Tidak ada kehormatan yang lebih tinggi bagi seorang hamba selain menghormati kalam Rabb-nya.


Nasihat Ustadz Zubair حفظه الله

Ustadz menasihatkan untuk (dirinya) dan setiap muslim, terutama para penuntut ilmu, menjadikan Al-Qur’an sebagai teman dekat dalam keseharian. Bacalah setiap hari walau sedikit, tapi dengan hati yang hadir dan penuh tadabbur.

Beliau mengatakan:

“Jangan jadikan Al-Qur’an hanya bacaan yang dilombakan, tapi jadikan ia sebagai pedoman hidup. Karena di situlah letak kemuliaan seorang penuntut ilmu — ketika hatinya hidup dengan kalam Allah.”

Tadabbur bukan hanya untuk para ulama, tetapi untuk setiap muslim yang ingin mendapatkan ketenangan dan bimbingan dalam hidup.


Tanda Keberkahan Bacaan

Seseorang telah mendapatkan keberkahan dari bacaannya bila ia merasakan tiga hal:

  1. Hatinya lembut dan mudah tersentuh oleh ayat-ayat Allah.

  2. Ia semakin takut kepada dosa dan terdorong untuk memperbaiki diri.

  3. Ia semakin cinta kepada amal shalih dan semangat dalam ibadah.

Jika tiga hal ini hadir, berarti ia benar-benar membaca Al-Qur’an dengan tadabbur.


Doa Penutup

Ustadz Zubair حفظه الله mengakhiri kajian dengan doa:

“Ya Allah, jadikan kami termasuk orang yang membaca Al-Qur’an dan mentadabburinya.
Jadikan Al-Qur’an cahaya dalam hati kami, penuntun dalam hidup kami, dan saksi yang membela kami pada hari Kiamat.”

Aamiin ya Rabbal ‘alamin.

Ringkasan Poin-Poin Kajian

Judul Kajian

Adab Membaca Al-Qur’an dan Tadabbur dalam Kitab Al-Manzhumah Al-Mimiyyah
Disarikan dari kajian Ustadz Zubair Jamaluddin حفظه الله – Pertemuan ke-53


Isi Pokok Pembahasan

  1. Bait ke-87 dari Al-Manzhumah Al-Mimiyyah berisi nasihat agar membaca Al-Qur’an dengan tadabbur dan tartil.

  2. Tadabbur berarti merenungi makna ayat dan mengaitkannya dengan kehidupan.

  3. Tartil berarti membaca dengan perlahan, jelas, dan penuh penghayatan.

  4. Keduanya — tadabbur dan tartil — adalah dua adab besar terhadap Al-Qur’an.

  5. Orang yang membaca tanpa tadabbur akan kehilangan ruh dari bacaan itu.


Dalil dan Rujukan Utama

  • QS. Al-Muzzammil: 4 – perintah untuk membaca Al-Qur’an dengan tartil.

  • QS. Muhammad: 24 – celaan bagi yang tidak mentadabburi Al-Qur’an.

  • QS. Shad: 29 – Al-Qur’an diturunkan agar manusia mentadabburi ayat-ayatnya.

  • QS. Yunus: 57 – Al-Qur’an sebagai obat bagi hati.

  • QS. Al-Furqan: 30 – peringatan agar tidak menjauhi Al-Qur’an.


Faedah dan Hikmah

  1. Tadabbur menumbuhkan iman, menenangkan hati, dan menghidupkan jiwa.

  2. Membaca satu ayat dengan renungan lebih berharga daripada membaca tanpa penghayatan.

  3. Tadabbur menjadikan bacaan Al-Qur’an sebagai sarana perbaikan diri.

  4. Penuntut ilmu wajib beradab terhadap Al-Qur’an — membacanya, memahami, dan mengamalkannya.

  5. Al-Qur’an adalah sumber ilmu dan akhlak; siapa menjauhinya, akan kehilangan arah.


Nasihat Akhir

Jadikan Al-Qur’an sebagai teman dalam hidup, bukan sekadar bacaan di bibir.
Hidupkan waktu-waktu sepi dengan tilawah dan renungan, niscaya hati akan hidup dan amal menjadi ringan.


Keterangan Sumber:
Disajikan dari kajian Ustadz Zubair Jamaluddin حفظه الله
dalam pembahasan Kitab Al-Manzhumah Al-Mimiyyah fi Al-Washaya wal Adab Al-‘Ilmiyyah
(Pertemuan ke-53 – Bait ke-87)

 


Postingan Terkait

No comments:

Post a Comment

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *